Jumat, 17 Oktober 2014

AURA DAN RAMBUT BENINGNYA
Oleh: Rae Sita Patappa

Di sebuah desa, hidup seorang gadis yatim piatu bernama Aura. Ketika ia lahir, ibunya meninggal dunia di sebuah pondok di belakang istana bangsawan Scorie. Para pelayan bangsawan Scorie lalu mengasuh Aura sejak bayi.

Ketika berumur tujuh belas tahun, tampaklah keanehan pada rambut Aura. Setiap helainya berwarna bening seperti kaca. Perlahan orang-orang menjauh darinya karena takut tertimpa sial. Aura pun menjadi gadis cantik yang pemurung dan penyendiri.

Aura kini bekerja di kandang kuda bangsawan Scorie. Tugasnya membersihkan kandang dan memberi makan kuda. Kandang kuda dan pondok Aura terletak jauh terpencil di sudut tanah bangsawan Scorie yang luas. Hanya seorang pelayan bernama Cally yang setiap hari menjenguk dan mengantarkan makanan untuknya. Cally yang baik tak takut pada rambut Aura.

Suatu hari Cally melihat Aura menangis. "Kenapa kau menangis?" tanya Cally.

"Aku baru saja bertemu Lecia. Putri Pak Scorie itu mengambil kudanya di sini. Ia dan teman-temannya menertawakan rambutku. Katanya aku akan selalu sendiri selama rambutku begini," Aura terisak.

Cally memeluk Aura dan menghiburnya, "Aura, pergilah ke Danau Fawa di tengah hutan. Bidadari-bidadari pelangi senang berkunjung ke danau itu melewati jembatan pelangi. Mintalah warna untuk rambutmu pada mereka." Aura sangat berterima kasih pada Cally.

Suatu hari, Aura melihat ada pelangi di atas desanya. Ia segera berangkat menuju Danau Fawa. Ia yakin para bidadari akan turun untuk mandi di danau itu. Usaha Aura tidak sia-sia. Sesampainya di danau itu, tiba-tiba muncul bidadari cantik dengan gaun warna-warni di hadapannya.

"Hei! Kau gadis berambut tanpa warna itukah?" sapa bidadari itu ramah.

Aura terkejut. "Namaku Aura. Kau mengenalku?"

Bidadari pelangi itu tersenyum. "Kau terkenal di negeri pelangi. Ayahmu selalu menjaga kelestarian hutan dan danau ini sehingga tetap indah. Sayang ia jatuh sakit dan meninggal. Ibumu adalah salah satu dari bidadari pelangi. Ia memilih menikah dengan manusia biasa, yaitu ayahmu. Ketika kau lahir, kami bingung harus memberi warna apa pada rambutmu. Semua bidadari pelangi berebut untuk memberi warna."

Aura kini mengerti mengapa rambutnya tidak berwarna.

"Aura, sekarang pulanglah. Mulai saat ini, rambutmu akan berubah sesuai dengan warna wadah makananmu. Setelah itu, semua barang yang kau sentuh akan berubah menjadi seperti rambutmu." Aura agak bingung, tapi ia mengucapkan terima kasih.

Esoknya, saat Cally mengantar makan siang, Aura makan menggunakan piring tanah liat. Seketika warna rambutnya berubah menjadi coklat.

"Astaga, Aura! Rambutmu berubah warna," seru Cally terkejut.

Aura segera bercermin. Tampak warna rambutnya kini secoklat tanah liat. Dengan riang, Aura menceritakan pertemuannya dengan Bidadari Pelangi.

Hari berikutnya, Cally membawa sebuah piring perak mungil untuk wadah makan Aura. Seketika warna rambut Aura berkilau keperakan. Mereka berdua terkagum-kagum melihat semua benda yang disentuh Aura juga menjadi perak.

Suatu hari, suasana menyenangkan itu terganggu oleh kedatangan Lecia, putri bangsawan Scorie.

"Kau mengecat rambutmu, ya?" tanya Lecia galak. Aura terpaksa bercerita tentang penyebab semua itu. Lecia meminta bukti.

"Kalau begitu sentuh sepatuku," katanya dengan kasar. Aura menyentuhnya. Seketika sepatu Lecia berubah menjadi perak. Lecia terbelalak. Tiba-tiba muncul akal liciknya. "Aura, karena kau begitu baik, kini kau bisa tinggal di istana sebagai saudaraku. Cally, kau menggantikan tugas Aura!"

Aura sangat gembira sampai tidak memperhatikan kesedihan Cally.

Sejak hari itu, Aura tinggal di istana bangsawan Scorie. Aura diberi sebuah kamar mewah. Juga ruang makan khusus yang hanya boleh dimasuki Aura dan Lecia. Wadah makan Aura selalu istimewa. Kadang dengan piring berlapis beludru mahal, sutra halus, mangkuk berhias berlian, kristal, atau emas.

Aura merasa senang. Ia tidak pernah menolak jika Lecia menyuruhnya menyentuh sarung tangan, perhiasan-perhiasan, baju, dan sepatu Lecia.

Setelah beberapa bulan berlalu, Aura mulai merasa lelah dan sedih. Lecia tak pernah mengizinkannya keluar kamar, apalagi keluar istana. Lecia terus-menerus memaksanya untuk mengubah semua benda miliknya menjadi benda yang lebih mahal. Akhirnya, Aura tahu kalau Lecia hanya memanfaatkannya.

Aura menyesal dan teringat pada ketulusan hati Cally. Ia juga teringat pada Bidadari Pelangi. Ya! Ia ingin bertemu lagi dengan Bidadari Pelangi!

Aura lalu mogok makan sehingga warna rambutnya memudar. Lecia akhirnya mengizinkannya keluar rumah. Aura bergegas berkuda menuju Danau Fawa. Ia sudah memutuskan warna apa yang paling ia inginkan untuk rambutnya.

Keesokan harinya, Lecia menemukan Aura yang berambut hitam. Meskipun ia menyediakan wadah makanan emas, tetap saja rambut Aura berwarna hitam. Semua benda yang disentuhnya juga tidak berubah warna.

Lecia sangat marah. Ia mengusir Aura kembali untuk bekerja di kandang kuda. Aura bahagia sekali bisa bertemu lagi dengan Cally. "Apakah kau memang meminta rambut hitam pada Bidadari Pelangi?" tanya Cally.

Aura tersenyum penuh rahasia. "Lecia juga mengira begitu. Sebenarnya rambutku tetap berwarna emas. Tapi pada malam hari, aku mengecatnya menjadi hitam. Bidadari Pelangi memberiku kekuatan lain. Benda-benda yang kupegang hanya akan berubah jika sesuai keinginanku." Aura tersenyum, "Jadi bagaimana kalau pondok ini aku ubah menjadi pondok emas?" katanya lagi sambil mengedipkan matanya.

Cally tertawa. Aura menyadari, bahwa kebahagiaan sejatinya adalah sebuah kebebasan dan persahabatan.


                                                                                                              Sumber: Bobo, 5 Oktober 2006


KOMENTAR:
Menjadi diri sendiri tanpa dikekang oleh orang lain adalah kebahagiaan yang tak ternilai. Memiliki sahabat yang senantiasa menerima kita apa adanya dan memaafkan kesalahan kita adalah harta termahal. ^^

Kamis, 16 Oktober 2014

ARTI PERSAHABATAN
Oleh: Irmida Indri E.

Punga dan Kana adalah dua sahabat karib. Mereka selalu bersama, walaupun sebetulnya mereka dari bangsa yang berbeda. Punga adalah nimfa dari bangsa capung, sedangkan Kana seekor ikan.

Sayangnya, mereka berdua tak mau berteman dengan hewan lain. Doka si berudu berkali-kali meminta untuk menjadi sahabat mereka. Namun, Punga dan Kana menolaknya. 

Suatu hari Punga tampak sedih. Ia teringat perkataan temannya, Pungi. "Kita dari bangsa capung hidup di dua alam. Ketika masih nimfa, kita hidup di air. Tetapi setelah bermetamorfosis, kita harus hidup di darat," begitu kata Pungi.

Mula-mula Punga tak percaya. Sampai suatu hari ia benar-benar melihat perubahan pada di tubuh Pungi. Setelah Pungi pergi meninggalkan kehidupan air, Punga sadar kalau suatu saat ia pun harus meninggalkan Kana dan dunia air.

Hari yang tidak diinginkan pun tiba. Ketika bangun tidur, Punga merasa ada yang berubah pada dirinya. Ia merasa sesak napas. Secepat kilat Punga menyembul ke permukaan air. Barulah ia merasa lega. Punga pun sadar, kalau ia tak bisa bernapas lagi di dalam air. Akhirnya, Punga terbang dan hinggap di pinggir sungai.

Berhari-hari Punga berada di situ. Ia menatap permukaan air, berharap Kana akan muncul. Ia ingin bermain dengan Kana lagi. Tetapi Kana tak pernah muncul.

"Capung lucu, siapa namamu? Kau mau berteman denganku?" Tiba-tiba terdengar suara lembut menyapa Punga. Punga menoleh ke kanan dan ke kiri mencari asal suara. Tak ada siapa-siapa.

"Aku di atasmu. Namaku Kupa. Aku berasal dari bangsa kupu-kupu." Punga mendongak. Benar. Di atas sekuntum bunga, Punga menemukan binatang dengan sayap berwarna-warni. Punga hanya diam, tidak membalas sapaan Kupa. Ia tetap tidak ingin bersahabat dengan binatang lain selain Kana. Akhirnya, Kupa pergi karena Punga tak membalas sapaannya.

Tak lama kemudian datanglah Lebi lebah, Mukmuk nyamuk, dan banyak binatang darat lainnya. Mereka ingin bersahabat dengan Punga, tetapi menolak mereka. Satu per satu binatang itu pun meninggalkan Punga.

Suatu siang, air sungai tampak sangat jernih. Punga bisa melihat dasar sungai dengan jelas. Punga gembira karena bisa melihat Kana yang sedang berenang dengan riang. Tetapi Pungan menjadi marah ketika melihat Kana berkejaran dengan Doka dan binatang air lainnya.

Punga kecewa dan iri. Ternyata Kana begitu mudah melupakannya. Punga berteriak memanggil Kana, tetapi Kana tak mendengarnya. Punga sedih. Tak ada gunanya ia menunggu berhari-hari di pinggir sungai. Ternyata Kana sudah melupakannya.

Sampai suatu hari, ada katak menyapanya, "Punga, kau ternyata sudah bermetamorfosis, ya?" Punga heran karena katak itu mengenalnya. Kemudian Punga mengenali katak itu.

"Oh, Doka! Kau juga sudah berubah, ya?" kata Punga tak semangat.

Doka tertawa riang, "Aku sudah menanti saat-saat menjadi katak dewasa. Aku ingin segera melihat dunia lain dan mempunyai teman baru. Punga, siapa saja teman barumu? Ayo, ceritakan!" tanya Doka bersemangat.

"Aku, aku belum terbang ke mana pun. Aku masih teringat pada Kana dan dunia air," jawab Punga sedih bercampur malu.

Doka tersenyum, "Oo, kau menunggu Kana, ya? Kana sudah lama mencarimu. Mengapa kau tak mengucapkan selamat tinggal padanya?"

"Aku tak ingin membuat Kana bersedih. Lagipula, waktu aku mau pamit padanya, aku sudah bermetamorfosis! Ah, tapi Kana mudah sekali melupakanku!" Punga merengut.

"Punga, Kana berpesan padaku. Katanya, kau harus mencari teman baru di duniamu saat ini. Kana ingin kau bahagia, sebahagia saat kau masih menjadi nimfa," kata Doka.

Punga terdiam. Dalam hati ia sadar, Kana memang benar. Ia harus mencari teman baru.

"Doka, kau mau menolongku?" tanya Punga kemudian. Doka mengangguk. "Tolong katakan pada Kana, aku berjanji untuk mengenal dunia baruku. Katakan juga padanya, kalau dia dan kamu adalah sahabat terbaikku!" kata Punga.

Doka kaget mendengar kata-kata Punga, "Aku sahabat baikmu juga?" tanya Doka tak percaya. Punga mengangguk.

"Iya. Aku baru menyadari itu sekarang. Maafkan, dulu aku tak mau bersahabat denganmu," sesal Punga.

Doka pun tersenyum, "Aku sudah melupakan itu!" kata Doka riang. Ia lalu menyelam ke dalam air, menyampaikan pesan Punga pada Kana.

Sementara itu, Punga terbang mencari Kupa kupu-kupu, Lebi lebah, Mukmuk nyamuk, dan binatang lainnya. Punga tak ingin terlambat menjadikan mereka sahabatnya, seperti Doka. 


                                                                                                               Sumber: Bobo, 5 Oktober 2006


KOMENTAR:

Terinspirasi (eh) dari murid privat saia yang kurang berminat membaca cerita anak, akhirnya saia putuskan pindah haluan tentang isi blog ini. Mungkin bukan karya saia sendiri, tapi setidaknya cerita yang keluarnya lumayan lama ini bisa dinikmati oleh anak-anak sekarang. Oiya, ini dimuat di majalah Bobo tahun 2006, saia masih SMA (hahaha) dan bacaannya majalah anak-anak. Ceritanya dulu beli semua majalah yang ada hubungannya sama Harpot, maklum Potter mania, jadi mau majalah anak-anak ayuk aja (hahaha). Tapi ternyata, gak ada ruginya saia baca majalahnya anak-anak. Itu sih menurut saia, gimana dengan readers? So, happy reading... ^^